9 Jun 2009

POCO - POCO DAN ANAK MEDAN

Diera tahun 2000 lagu poco-poco begitu sering kita dengar dan sangat digemari khususnya oleh kaum perempuan baik tua maupun muda bahkan tak jarang anak-anak kecil pun sering mendendangkannya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Kalau tak salah lagu tersebut dipopulerkan oleh Yopie Latul dan liriknya berlafalkan daerah Sulawesi Utara. Begitu juga dikegiatan pesta Orang Batak khususnya pesta pernikahan, Setiap saya menghadiri pesta pernikahan orang Batak maka disela-sela acara lagu poco-poco begitu sering terdengar, bahkan tak jarang lagu tersebut direquest berulang-ulang. Bila kita simak lebih seksama memang lagu tersebut mampu membuat orang yang alergi bergoyang menjadi ikut bergoyang walaupun tidak langsung ikut menari tapi dari gerak tubuhnya jelas ikut menikmati alunan musiknya. Bahkan suatu waktu saya melihat para ibu-ibu dengan berpakaian kebaya lengkap berbisik-bisik mengajak ibu-ibu lainnya untuk latihan dulu dipojok ruangan gedung agar nantinya saat tampil meminta lagu poco-poco bisa menampilkan gerakan tari yang fenomenal juga (wah,,,wah,,,wah)

Dari fenomenalnya lagu poco-poco tersebut saya kemudian mengetahui kalau liriknya merupakan penggambaran tubuh seorang wanita, maaf, sangat tidak baik diperdengarkan dikala para pelaksana adat/para raja sedang beracara adat, dimana para raja (Raja parhata paranak, raja parhata parboru, raja hula-hula paranak dan parboru, raja boru paranak/parboru, raja dongan sahuta, raja-ale) hadir.
Apakah para tetua adat/para raja parhata mengetahui arti dari lirik lagu poco-poco tersebut atau sebenarnya mereka mengetahui tetapi pura-pura tidak tahu (suhar bulu disarat dongan, ingkon suhar doi tong saraton) bukankah seharusnya "Pago-pago taruge pauk-pauk hudali - nasala pinauli, nadenggan niulahi", padahal banyak lagu-lagu batak yang bagus dan ber-lirik puji-pujian serta poda
Kita juga tau di kehidupan sosial/adat Batak adan yang namanya pantangan/subang. Sering saya melihat pada saat acara "Mangulosi" baik diminta maupun tidak diminta lagu tersebut dimainkan, padahal setahu saya acara "Mangulosi" adalah acara pemberian restu yang diiringi Doa permintaan kepada Tuhan. Bagaimana kita meminta berkat dan restu kepada Tuhan dikala anggota tubuh dan pikiran kita tidak sekata?. Belakangan ini lagu poco-poco sudah agak menghilang dari pendengaran, walaupun terkadang masih terdengar diacara-acara olah raga senam (maknyosss - pas banget). Memang pernah saya mendengar kalau lagu poco-poco tersebut dianjurkan/disarankan untuk tidak dimainkan pada acara-acara adat batak, walaupun disetiap kesempatan pesta saya melihat masih ada saja yang meminta/merequestnya, tapi untuk acara "Mangulosi" sudah hampir tidak pernah saya temukan lagi (Puji Tuhan yang maha Pengasih).

Tetapi bak kata pepatah "Mati satu tumbuh seribu" poco-poco menghilang timbul lagu Anak Medan yang tidak kalah fenomenalnya, hanya karena liriknya berbahasa daerah (batak) saja yang membuatnya tidak begitu membumi Indonesia. Lagu ini pun begitu booming diminta/request pada acara-acara pesta pernikahan orang Batak, dengan sound system yang begitu power para ibu-ibu berkebaya, bapak-bapak berstelan jas menari berjoget saling ketawa/ketiwi tanpa memperdulikan apa yang menjadi pantangan/subang baginya. Sama seperti poco-poco sebelumnya lagu Anak Medan pun direquest berkali-kali sesuai permintaan bahkan untuk mempermulus requestnya sering menyelipkan lembaran biru (gobanan) kepada pemusiknya, tidak seperti lagu poco-poco lagu anak medan begitu jelas kita mengartikan lirik-liriknya

Anak medan- anak medan - anak medan do au kawan
Modal pergaulan boi do mangolu au
Tarlobi dipenampilan main cantik do au kawan
Sonang manang susah happy do di au
Nang pe 51 solot digonting hi
Siap bela kawan berpartisipasi
378 sattabi ma jo di si
Ada harga diri mengantisipasi
Horas.........Pohon pinang tumbuh sendiri
Horas.........Tumbuhlah menantang awan
Horas.........Biar kambing dikampung sendiri
Horas.........Tapi banteng diperantauan
Anak medan-anak medan-anak medan do au kawan
Susah didonganhu soi boi tarbereng au
Titik darah penghabisan ai rela do au kawan
Hansur demi kawan ido au kawan

Dengan lirik seperti itu kita menyampaikan ulos/mangulosi kepada pengantin, bukankah makna atau esensi dari acara "mangulosi" itu sudah tergradasi?
Secara komersial saya sampikan apresiasi yang tinggi atas daya ciptanya membuat lagu "anak medan" yang boleh jadi sipenciptanya tidak menduga kalau lagu tersebut begitu fenomenal sampai-sampai dipergunakan/direquest pada waktu acara-acara adat/pemberian ulos/mangulosi.

BOLEH SARAN
Kemerdekaan berkarya, berpendapat merupakan hak manusia yang harus kita junjung dan hormati, tapi mari kita letakkan semua itu pada posisi yang sesuai pada tempatnya agar apapun karya cipta apalagi seni bermanfaat bagi kita semua. Pada acara-acara adat batak/pesta pernikahan dikota-kota besar yang menggunakan gedung akan sangat lebih bermakna apabila pada acara-acara tertentu seperti acara "mangulosi" memperdengarkan lagu-lagu bermakna "Kasih Kristus" atau yang bernuansa nasihat. Bolehlah diacara lainnya seperti acara penyampaian "tumpak" diperdengarkan lagu-lagu seperti "Anak Medan" tersebut atau pada perayaan lainnya seperti acara-acara "Bona Taon", sehingga pelaksanaan pesta khususnya adat tidak semata-mata seperti acara seremonial belaka yang mengesankan hura-hura dan menghambur-hamburkan kemewahan, sehingga generasi muda Batak bisa lebih memahami adat Batak yang semakin lama semakin tidak menarik bagi mereka. Horas

No comments:

Post a Comment

Tidak diklaim kalau yang saya upload adalah sudah benar, jadi bila ada masukan/komentar yang sifatnya meluruskan apalagi menyangkut silsilah/tarombo dengan rendah hati akan saya terima dan saya ucapkan terimakasih