7 Jul 2009

WIB = WAKTU INDONESIA BATAK

Tentu kita sering mendengar WIB (waktu indonesia barat) yang sering diplesetkan menjadi waktu indonesia batak. Kita mungkin tersenyum dengan plesetan itu, tapi bila kita maknai plesetan itu akan sangat menusuk rasa dan menohok egoisme kesukuan yakni "BATAK".

Ironisnya plesetan itu datang dari kita sendiri (orang Batak), yang dalam menentukan waktu selalu dalam musyawarah mufakat (satolop) dan sangat tegas. Bahkan dalam perhelatan acara-acara adat khususnya didaerah perkotaan selalu terucap kalimat "dang namangorui sangap muna rajanami, alai namamereng tingki do hita" yang bila dimaknai berarti waktu yang sangat berarti.

Begitulah yang selalu terjadi,,,,,, dan selalu terjadi berulang-ulang, waktu yang telah ditentukan dangan musyawarah mufakat itu nyaris atau tidak pernah bisa ditepati. Macet adalah alasan pembenaran yang selalu kita dengar pula, suatu alasan klise tapi paling mudah sebagai pembenaran dan sudah membumi. Jadi suatu acara pertemuan, perhelatan adat, acara pesta baik digedung maupun dirumah akan selalu molor yang mengakibatkan efek saling terkait/domino. Tapi anehnya sering pula terdengar ucapan menggerutu karena waktu selesai suatu acara sudah lewat dari yang seharusnya. Pernah suatu waktu saya mendengar kekesalan sepasang suami-istri karena sudah hampir pukul 20.00 malam acara pesta perkawinan kerabatnya belum juga selesai, "lain kali kita titip saja ulos kita sama si anu ya,,,!", atau gerutuan "malas ah,,,,ke pesta batak", lain kesempatan ada pula ucapan "tidak usah heran, acara batak memang begitu"!,,,,wahhhh

Saya sendiri sering mengalami hal seperti itu,,,,diarisan perkumpulan marga yang sudah ditentukan disetiap minggu ke tiga (3) masuk pukul 14.00 (WIB),,,,teng. Semua peserta arisan tidak ada yang keberatan bahkan semua mengatakan "ok". Bahkan disetiap pertemuan arisan selalu ditekankan supaya tepat waktu dan juga tidak ada yang menyanggahnya. Tetapi selama mengikuti arisan tersebut boleh dikatakan tidak pernah acara bisa dimulai pukul 14.00 WIB tersebut, bukan karena ketidak siapan tuan rumah atau hal lainnya, tetapi karena anggota perkumpulan/ruas belum pada datang. Bagaimana membuka suatu acara kalau anggota/pesertanya belum ada?,,,,karena sudah jamak terjadi, hal tersebut tidak menjadi soal lagi. Pernah sangat kesal karena waktunya molor sampai pukul 15.000 saya mengatakan kepada anggota yang baru datang pukul 14.45,,, "maaf kami datang terlalu cepat", anggota tesebut malah senyum-senyum ,,,,,,"sorry ketiduran pulang gereja tadi". Palambas roham ,,,,,,,,inna boru ni rajai ma tingki mulak!, ingkon parbahul-bahul nabolon do molo maniop sada-sada punguan. Na rundut ido sipatureonmu, na litok i do sipation mu!,,,,,,,,,,,,,Ini bukan soal rundut atau litok,,,tapi soal kepedulian, soal kemauan. Dari hal-hal kecil saja kita keteter, bagaimana kiat bisa menghadapi soal yang lebih besar?.

Bila hal itu sudah jamak terjadi dilingkungan kita bangso batak, mengapa kita tidak berusaha memperbaikinya?, bukankah kita bangso yang besar, bangso yang terdidik, dan angka anak ni raja?. Kalau tahu ada kemacetan, datanglah lebih cepat. Tundalah dahulu pekerjaan yang tidak begitu penting karena kita sudah ditunggu ditempat lain. Sederhana bukan?. Jangan mendahulukan ego, tapi berpikir rasional untuk kepentingan bersama. It's very very simple. Jangan persulit yang sebenarnya mudah, sederhanakan yang kita anggap sulit. Itulah gunanya akal manusia!. Bagaimana itu kita laksanakan?, kata kuncinya adalah berdamai dengan diri sendiri!. Pada setiap kebaktian minggu, saya terkadang memperhatikan jemaat yang selalu datang setelah kebaktian dimulai. Setelah beberapa minggu saya cermati ternyata orang itu selalu datang terlambat. Pada mulanya saya berpikir orang ini mungkin kerja malam hari (shif malam), jadi masih terkandung kewajaran atas keterlambatannya. Bukankah terlambat lebih baik dari pada tidak datang sama sekali!. Tetapi kemudian hari saya ketahui bahwa orang tersebut bukanlah bekerja shif malam. Lantas kenapa selalu terlambat datang ketika kebaktian sudah dimulai?. Sampai sekarang saya tidak dapat jawabannya, analisa saya mengatakan kalau sudah hobby susah dirubah. Ya,,,,,,datang terlambat selain sudah budaya juga suatu hobby,,,.

Banyak pula orang yang mengatakan "kalau ulaon sosial" pasti tidak bisa tepat waktu, karena sifatnya sosial ya waktu juga sosial. "Saya tersenyum getir dalam hati", kok waktu ada sosialnya. Inilah yang selalu terjadi pada kehidupan sosial orang batak terutama diperantauan ini. Segala sesuatu bisa dimaknai sesuai selera tanpa memandang status sosialnya. Jam karet, waktu indonesia batak, jam catur atau apapun istilahnya selalu kita maknai sudah biasa, jadi tidak ada yg perlu dipermasalahkan. Terkadang saya berpikir extrim, kalau memang tidak bisa datang tepat waktu sesuai waktu yang sudah diputuskan secara bersama-sama lebih baik tidak usah datang. Sahali nai palambas ate-atem pak Boy' Inna boru ni rajai". Kalau menghasilkan yang baik selayaknya kita bersama-sama melakukannya. "Itu baru anak ni raja"
Horas bangso batak!,,,,,berani berubah untuk kebaikan!

2 comments:

  1. Horas.

    Kalau di Jabotabek, saya sangat salut dengan punguan panjaitan yang sangat konsisten dengan waktu. Hanya di pesta Panjaitanlah dimana saya bisa pulang pulang jam 17.00.

    Horas

    Parjabu sukubatak.com

    ReplyDelete
  2. kalau punguan Panjaitan selalu bisa memenej waktu dengan baik, maka selayakna itu menjadi contoh untuk marga-marga lain. Salut untuk Panjaitan,,,,atau karena memang marga para Jendral, terbiasa disiplin...apapun itu sekali lagi salut!

    ReplyDelete

Tidak diklaim kalau yang saya upload adalah sudah benar, jadi bila ada masukan/komentar yang sifatnya meluruskan apalagi menyangkut silsilah/tarombo dengan rendah hati akan saya terima dan saya ucapkan terimakasih