9 Jul 2009

MUNGKINKAH BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM PERHELATAN PELAKSANAAN ADAT BATAK ??

Banyak generasi muda batak khususnya kaum terpelajar yang mengatakan "adat" adalah persoalan orang tua/oarang yang sudah tua, tidak menarik dan bertele-tele. Mereka memahami adat adalah karena memang sudah begitu turun temurun, sekedar mengikuti saja.

Bahkan dewasa ini banyak pemuda/pemudi batak yang hendak melangsungkan pernikahan bersitegang dulu dengan orang tuanya mengenai perlu tidaknya pernikahan dengan adat batak. Yang penting diberkati oleh pendeta dan untuk "proklamasinya" resepsi secara nasional. selesai! Begitu sering kita dengar kehendak pemuda/pemudi batak bila hendak menikah. Sementara orang tua tak kalah tegasnya pernikahan harus dengan adat batak! titik,,,,,
Begitu juga keluarga-keluarga muda yang hendak merayakan syukuran atas suatu peristiwa/ulaon las ni roha banyak yang merayakannya dengan makan-makan, kado, ucapan selamat. Setelah itu pulang! simple dan tidak bertele-tele. Meskipun keluarga dari pihak istri/hula ikut diundang. Hal-hal seperti itu sudah sering saya dengar meskipun akhirnya dilakukan dengan adat batak. Tetapi sudah terbersit sebelumnya dirayakan dengan syukuran biasa. Mungkin hanya menunggu waktu!

Saya memahami fenomena tersebut dari kata-kata "tak kenal maka tak sayang", mengapa tak kenal? padahal kita orang batak. Tak kenal disini dimaknai tidak memahami makna/tujuan dibalik tahapan-tahapan pelaksanaan adat tersebut. Mangapa tak paham?,,,,Salah satu yang sering saya dengar adalah permasalahan bahasa. Memang secara lingual bagi yang mengerti bahasa batak maka pembicaraan dalam pelaksanaan adat batak akan menarik terlebih diselingi "umpasa/umpama" yang silih berganti. Tetapi bagi yang tidak mengerti meskipun dia orang batak maka perbincangan adat tersebut akan sangat membosankan. Mungkin timbul pertanyaan pada kita "orang batak kok tidak bisa bahasa batak", bagi generasi muda batak yang sudah lahir dan besar diperkotaan hal orang batak tidak bisa berbahasa batak adalah jamak. Pokoknya batak ya,,,harus belajar bahasa batak.

Kalau hal itu kita paksakan dijaman sekarang ini maka kita akan sia-sia, karena generasi muda sekarang lebih tertarik belajar bahasa internasional yang lebih menjanjikan secara ekonomis. Sementara belajar bahasa batak menjanjikan apa?,,,,begitu generasi perkotaan sering menjawabnya. Lantas kalau sudah begitu akan terjadi stagnan, yang beberapa generasi kedepan adat batak dikhawatirkan punah diperkotaan. Apakah setiap ada pesta orang batak perkotaan harus mendatangkan raja-raja parhata dari bonapasogit?

Menjembatani hal tersebut saya berpikir dapatkah pelaksanaan adat batak dilakukan dengan pengantar bahasa Indonesia?, bahasa yang sudah membumi sampai kepelosok-pelosok huta di bonapasogit. Dengan demikian hal-hal tersebut di atas terakomodir sehingga generasi muda perkotaan bergairah mempelajari adat untuk kemudian melaksanakannya tanpa menghilangkan makna/tujuan, pilosofi yang terkandung didalamnya. Memang banyak bahasa batak yang sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia khususnya bahasa batak yang sering dipakai dalam pelaksanaan pembicaraan adat, begitu juga "umpasa/umpama" yang merupakan pendalaman arti/maksud dalam penyampaiannya. Tetapi setiap kendala pasti ada jalan keluarnya,,,,,,bahkan umpama batak mengatakan "Aek godang tu aek laut - Dos ni roha sibahen na saut". Judul di atas sebagai wacana untuk dapat kita jadikan diskusi. Yang pasti bahasa batak dalam pelaksanaan adat batak bukanlah hal yang sakral,,,,,,,,Saya setuju!

No comments:

Post a Comment

Tidak diklaim kalau yang saya upload adalah sudah benar, jadi bila ada masukan/komentar yang sifatnya meluruskan apalagi menyangkut silsilah/tarombo dengan rendah hati akan saya terima dan saya ucapkan terimakasih